Kesalahan dalam memaknai orang yang beradab pasti berilmu, orang yang berilmu belum pasti beradab


Dalam kajian filsafat, pernyataan "Orang yang beradab pasti berilmu, orang yang berilmu belum pasti beradab" menyentuh hubungan antara ilmu (pengetahuan) dan adab (etika dan moralitas). Kesalahan dalam memaknai pernyataan ini sering muncul karena tidak memahami perbedaan antara konsep ilmu dan adab serta bagaimana keduanya berinteraksi.

Analisis Filsafat terhadap Pernyataan

  1. Ilmu (Pengetahuan) dan Adab (Etika/Moralitas):

    • Ilmu mengacu pada pengetahuan atau informasi yang diperoleh melalui pengalaman, pembelajaran, atau penelitian. Ilmu berfokus pada aspek-aspek kognitif seperti kemampuan berpikir logis, analisis kritis, dan penalaran.
    • Adab, di sisi lain, mencakup nilai-nilai moral, etika, sopan santun, dan penghormatan terhadap orang lain. Adab lebih berkaitan dengan karakter seseorang, bagaimana ia bersikap dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana ia memandang serta memperlakukan orang lain.
  2. Hubungan antara Ilmu dan Adab:

    • Dalam filsafat, terutama dalam pandangan Islam, ada pandangan bahwa adab adalah pengetahuan praktis yang mencakup tindakan dan perilaku yang baik. Orang yang beradab dianggap telah mencapai pemahaman yang lebih tinggi yang melampaui sekadar pengetahuan teoretis.
    • Maka, orang yang beradab dianggap memiliki ilmu dalam pengertian yang lebih luas—tidak hanya mengetahui apa yang benar secara intelektual, tetapi juga mengetahui bagaimana bertindak dengan cara yang benar dan adil. Dengan kata lain, adab mencakup ilmu, tetapi ilmu tidak selalu mencakup adab.
  3. Kesalahan dalam Memaknai Pernyataan:

    • Kesalahan pertama: Menganggap bahwa memiliki pengetahuan otomatis membuat seseorang beradab. Namun, seseorang bisa sangat berilmu dalam arti akademis atau intelektual tetapi tidak memiliki adab atau etika. Pengetahuan saja tidak menjamin moralitas atau kebijaksanaan dalam tindakan.
    • Kesalahan kedua: Menganggap bahwa adab tidak memerlukan ilmu. Padahal, menjadi beradab sering kali memerlukan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai, budaya, dan etika, yang juga merupakan bentuk pengetahuan.
  4. Pandangan Filsuf tentang Ilmu dan Adab:

    • Plato berpendapat bahwa pengetahuan sejati harus mengarah pada tindakan yang baik; jika seseorang tahu apa yang benar, mereka akan melakukannya. Namun, ini dikritik karena tidak semua orang yang mengetahui apa yang benar secara moral akan bertindak sesuai pengetahuan tersebut.
    • Aristoteles memandang bahwa kebajikan (virtue) adalah hasil dari kebiasaan dan praktik moral yang baik, bukan hanya pengetahuan teoretis. Ini selaras dengan gagasan bahwa adab adalah bentuk pengetahuan yang lebih tinggi yang mencakup tindakan yang baik. 

mengenal tata-krama, tingkat kecerdasan/intelejensia seorang anak manusia dapat memberikan manfaat sosial yg lebih besar. Tidak hanya kepada dirinya sendiri dan sesama manusia tapi juga kepada banyak pihak lain seperti alam dan mahluk hidup lain didalamnya.

Ulama terdahulu sudah banyak mencontohkan bahwa utk dapat mempelajari Agama, yg pertama dipelajari adalah tentang Adab. Hingga dikatakan dalam beberapa teks seperti ;

Ibnu al-Mubarok berkata,

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

Tu'limuna Al-Adab tahalthin 'amaan, wata'alamuna al-ilm 'ishrin
"Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun, sedangkan mempelajari ilmu selama 20 tahun."

Tapi perlu juga digaris-bawahi bahwa 'bukan berarti dengan mempelajari Adab saja artinya sudah cukup dikatakan berilmu'. Tidak seperti demikian.

Meminjam istilah jaman sekarang di 2022, dapat dikatakan Ilmu adalah konten suatu pelajaran sedangkan Adab adalah konteksnya (wadah/pembawa/carrier/bungkus/cara penyampaiannya). Mempelajari Ilmu pengetahuan adalah hal wajib bagi Muslim, tanpa terbatas oleh waktu, umur maupun kemampuan. Tapi untuk mendapatkan pengetahuan (konten) yg diterima & dimengerti dengan baik, maka caranya (konteksnya) pun harus baik pula.

Keduanya beriringan dan sebaiknya tidak dipisahkan. Sebagaimana belajar memerlukan lingkungan yg damai, maka mempelajari sesuatu pada keadaan yg paling efisien adalah dilakukan dalam keadaan yg paling baik. Dari sinilah kemudian mengapa Adab dikatakan penting dan harus terlebih dahulu terpenuhi sebelum mendapatkan isi pengetahuan yg dicari.

Apakah orang bodoh (tanpa adab) dapat tetap hidup dan bahagia ?

Tentu bisa. Golongan kelompok orang-orang yg tidak memiliki pengetahuan yg banyak juga dapat hidup sebagaimana baiknya manusia lainnya. Bagi yg tidak memiliki akses & kesempatan lebih, hal ini tidak menjadi tuntutan yg penting dan mereka tidak akan dimintai pertanggung-jawaban atas hal yg tidak mereka ketahui.

Tapi juga jangan lupa bahwa Kebodohan dekat dengan kemungkaran, sebagaimana kemiskinan dekat dengan kekufuran. Bagi yang sudah menyadari bahwa kebodohan dan kemiskinan itu berjalan beriringan, maka untuk melawannya yaitu menggunakan; 'belajar hingga menjadi pintar' adalah jawaban satu-satunya untuk menanggulangi semua hal yang bodoh, munkar, miskin dan kufur. Meskipun juga tetap mempertimbangkan kemampuan masing-masing manusia yg berbeda-beda.

Kembali lagi kepada Adab dan Ilmu, belajar & mempelajari suatu hal itu yg wajib bagi seorang Muslim. Tidak hanya ilmu agama, namun mencakup seluruh jenis ilmu. Tidak ada ilmu yg lebih baik dari sebagian yang lain karena bahkan Al-Qur'an, Al-Hadits dan perkataan ulama terdahulu tidak pernah mengistimewakan satu cabang keilmuan diatas yang lain. Tentu ilmu tersebut tetap harus dalam koridor yg dapat dibenarkan dan tidak melanggar syariat agama.

Dan untuk mempelajari Ilmu, harus mempelajari Adab terlebih dahulu.

Kesimpulan

Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa adab dan ilmu adalah dua hal yang berbeda namun terkait. Orang yang beradab pasti memiliki pengetahuan (baik pengetahuan intelektual maupun moral), tetapi orang yang hanya memiliki pengetahuan intelektual belum tentu memiliki pengetahuan moral atau adab. Kesalahan dalam memaknai pernyataan ini sering kali muncul dari asumsi bahwa pengetahuan intelektual secara otomatis mempengaruhi karakter moral seseorang, padahal keduanya memerlukan pengembangan dan pendidikan yang berbeda.

Posting Komentar

0 Komentar