Sekolah terbaik adalah keluarga




Pada akhir-akhir ini berita tentang zonasi dan ketidak adilan karena anaknya tidak masuk sekolah terbaik. Sebegitu pentingnya sekolah terbaik? Apakah sekolah merupakan tempat penitipan anak?
Mari kita bahas.

high class”,
“sekolah elit”,
“sekolah bonafit”,
“sekolah unggulan”

Ada perasaan bangga (semoga tidak bercampur ujub) pada saat mengantar anak-anaknya ke Sekolah tersebut.

Namun ada satu hal yang patut diingat.
Sebagus atau semahal apapun sekolah anak, sama sekali bukan jaminan untuk menghasilkan anak yang sholih dan sholihah, anak yang berakhlaqul karimah.

Adalah sebuah kemustahilan jika kita mengharapkan anak-anak kita “berakhlaq baik” sedangkan di rumah orang tuanya

  • sering bertengkar
  • sering marah-marah
  • sering berkata kasar


Juga menjadi “Mission (almost) Impossible” jika mengharapkan anak-anaknya menjadi anak yang taqwa, rajin sholat (berjamaah di Masjid bagi yang pria), mampu menghafal Qur’an dengan baik, semangat dalam menuntut ilmu terutama Ilmu Agama

Jika orangtuanya

  • Cuek terhadap agama
  •  Bapaknya malas sholat berjamaah di Masjid,
  •  Ibunya juga seringkali sholat tidak di awal waktu.
  •  Bapak dan Ibunya malas menuntut Ilmu Agama dan jarang berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Perlu semua ketahui,
“Panutan anak-anak adalah orangtuanya, bukan gurunya”

Sebagian anak-anak bahkan bercita-cita ingin seperti orangtuanya.

Bapak bagi seorang anak laki-laki adalah role model, sedang bagi anak perempuan Bapak adalah “first love” mereka.

Ibu… Terlebih seorang Ibu, baik anak laki-laki dan perempuan banyak yang menjadikan sosok Ibunya sebagai “malaikat pelindung”.

Satu rahasia kecil, para ulama dan orang bijak terdahulu jika mendapati anaknya berbuat kurang baik, berkata tidak jujur, sulit diatur… maka mereka pertama akan menyalahkan diri mereka sendiri, bahkan menghukum diri mereka sendiri..

kenapa anak-anak saya bisa seperti ini?
Apakah saya telah berbuat dosa?
Apakah ada makanan haram yang saya kasih untuk anak-anak saya?

Itulah sejatinya orangtua yang baik. Setiap ada kejadian yang kurang baik mengenai buah hati, mereka langsung bermuhasabah, bukan menyalahkan si anak, bukan menyalahkan orang lain, bukan mengkambinghitamkan sekolah dan lingkungan, walau secara keseluruhan ada juga faktor-faktor pemicu kenakalan anak-anak kita, namun “Faktor terbesar adalah kelalaian orangtuanya”

“Mari kita sebagai Calon orangtua belajar menjadi guru kehidupan buat anak-anak kedepannya.”
Guru yang akan terus dikenang “baik dan buruknya” oleh anak-anak. Guru yang tidak hanya mengantarkan anak-anak ke gerbang wisuda, tapi lebih jauh mengantarkan mereka masuk ke gerbang Surga.



Posting Komentar

0 Komentar