Apa itu Nuclear Meltdown ?


     Istilah “Nuclear Meltdown” atau bisa disebut "Krisis Nuklir", telah menjadi penggambaran sebuah kondisi terburuk. Ini memang benar adanya seperti pada tragedi yang menimpa PLTN Fukushima Daiichi pada tahun 2011 silam. Tentu saja, ketika sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir tak lagi bisa menghasilkan reaksi dengan style seperti di Hiroshima, sebuah nuclear meltdown memang sesuatu yang buruk, seburuk seperti yang diketahui banyak orang. Sejumlah krisis nuklir pernah terjadi sepanjang sejarah manusia dalam era atom, untungnya hanya 4 peristiwa skala besar yang pernah terjadi pada fasilitas pembangkit listrik buatan manusia. Peristiwa pertama terjadi pada Reaktor Lucens di Negara Swiss ditahun 1969. Kejadian kedua, terjadi di PLTN Three Mile Island, daerah Pensyllvania satu dekade kemudian, diikuti oleh Reaktor Chernobyl di Negara Rusia pada tahun 1986 dan Reaktor Fukushima Daiichi ditahun 2011.
   The International Atomic Energy Agency (IAEA) mengkategorikan serangkaian kecelakaan nuklir mulai dari skala Nol sampai Tujuh, mulai dari kecelakaan ringan (level 0) hingga kecelakaan besar (level 7), seperti Chernobyl yang mengakibatkan dampak serius pada kesehatan dan lingkungan. Cukup menarik, entah IAEA/U.S Nuclear Regulatory Commision (Komisi Regulasi Nuklr) secara resmi menyadari perihal nuclear meltdown, akan tetapi hal ini terus menumbuhkan rasa takut. Kali ini ane akan mengajak agan-agan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana mekanisme atau cara kerja sebuah reaktor nuklir dan bagaimana sebuah nuclear meltdown bisa terjadi.
   Tenang saja, tidak perlu membayangkan rumus-rumus dan persamaan yang rumit, karena kondisi ini erat kaitannya dengan energi panas. Panas yang dikendalikan dengan baik di dalam reaktor membantu menghasilkan energi listrik. Sebaliknya, panas yang tak terkendali dapat mengakibatkan reaktor meleleh dan mengkontaminasi lingkungan sekitar dengan radiasi berbahaya. Panas inilah yang menciptakan semua perbedaan. Ini adalah kunci utama untuk memahami bagaimana cara kerja reaktor yang sehat dan bagaimana nuclear meltdown terjadi pada reaktor.
   Pertama, mari kita lihat pembangkit listrik energi batu bara yang umum digunakan : batu bara dibakar untuk menciptakan panas. Panas ini kemudian mendidihkan air, dan menghasilkan uap bertekanan yang mengalir menuju turbin dan kemudian memutar generator untuk menghasilkan percikan energi yang sangat berharga bagi kehidupan kita, listrik.


    Sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir memiliki prinsip kerja yang mirip dengan PLT batu bara, hanya saja yang membedakan adalah sumber panas yang dihasilkan, pada PLTN, energi panas itu berasal dari reaksi Fisi Nuklir yang terjadi didalam sebuah reaktor. Fisi nuklir merupakan keadaan ketika atom-atom dari sebuah unsur terbelah menjadi dua sambil melepaskan sejumlah energi yang sangat besar plus energi panas yang disebut dengan “decay heat”.



    Uranium dan unsur radioaktif lain terus mengalami Fisi berantai dengan kecepatan yang rendah di dalam reaktor tanpa bantuan manusia sama sekali. Pada PLTN, operator dengan sengaja memicu reaksi fisi nuklir dengan membombardir batang-batang bahan bakar Uranium dengan neutron yang berasal dari reaksi fisi sebelumnya yang sudah terjadi. Ini berarti energi panas tambahan akan dihasilkan lagi untuk mendidihkan air menjadi uap.
    Tentu saja kita tidak ingin temperatur di dalam reaktor nuklir itu meningkat drastis sehingga dapat merusak reaktor dan melepaskan radiasi berbahaya. Oleh karena itu, pendingin (biasanya air) yang ada di dalam reaktor juga berfungsi memoderasi suhu yang dihasilkan oleh batang-batang bahan bakar nuklir. Mirip seperti kita mengemudikan sebuah mobil : kita tidak ingin mesin mobil mengalami overheat karena hal itu bisa menyebabkan kerusakan serius pada mesin. Perbedaannya adalah, jika pada mobil, kita bisa mematikan mesin agar mesin mengalami pendinginan. Sebuah mobil hanya menghasilkan panas ketika mesinnya bekerja.

    Namun beda cerita pada material radioaktif di dalam reaktor. Uranium dan semua komponen pada reaktor akan terus menghasilkan panas, bahkan sekalipun operator mematikan keseluruhan proses reaksi fisi yang sedang berjalan. Seperti yang sedang dibicarakan, tentang apakah itu nuclear meltdown, satu hal yang juga penting merupakan mengetahui apa yang bukan atau mitos tentang nuclear meltdown, ini bukanlah sebuah ledakan nuklir. Bukan seperti sesuatu yang bisa melubangi tanah sampai ke inti Bumi, seperti yang ditampilkan pada sebuah film “The China Syndrome” pada tahun 1979.
    Pada saat nuclear meltdown, kita berhadapan dengan sebuah reaktor yang “terbakar hebat” tidak terkendali, sampai akhirnya akan hancur karena panas yang dihasilkan sendiri. Umumnya, ini terjadi akibat kegagalan pada sistem pendingin. Jika sirkulasi pendingin yang mengalir sampai pada inti reaktor itu terhambat atau berhenti sama sekali, maka suhu akan meningkat. 
    Yang meleleh pertama kali tentu saja adalah batang bahan bakar nuklir itu sendiri. Jika teknisi pada PLTN dapat memperbaiki kegagalan sistem pendingin pada saat itu, kecelakaan tersebut dikategorikan sebagai “Partial Nuclear Meltdown”. Pada tahun 1979, kecelakaan pada PLTN Three Miles Island juga dikategorikan demikian : inti reaktor pada unit 1 meleleh, namun sasis pelindung yang ada di sekeliling inti tetap dalam kondisi utuh. Kenyataannya, ada unit 2 pada reaktor PLTN di Three Miles Island masih terus menghasilkan energi listrik meski reaktor sebelahnya telah dinonaktifkan.
    Jika diabaikan, partial/bagian nuclear meltdown seperti yang terjadi pada PLTN di Three Miles Island dapat memburuk menjadi sebuah nuclear meltdown. Peristiwa seperti ini menjadi sebuah perlombaan melawan waktu ketika tim teknisi berusaha mendinginkan inti reaktor sebelum dapat meleleh menembus lapisan sasis pelindung atau bahkan keseluruhan dinding reaktor. Di tahun 1986, tim teknisi Rusia berlomba mengejar sisa-sisa lelehan inti dari reaktor pada PLTN Chernobyl sampai ke ruang bawah tanah, kemudian mereka membanjiri dengan air untuk mendinginkan material yang terbakar itu sebelum mencapai dan mengkontaminasi lapisan air tanah. 
    Pada Maret 2011, PLTN Fukushima Daiichi mengalami kegagalan sistem pendingin ketika sebuah gempa yang cukup kuat menghantam generator cadangan yang berfungsi menggerakkan pompa pendingin pada reaktor. Peristiwa itu juga menunjukkan beberapa komplikasi yang bisa terjadi selama nuclear meltdown.
   Radiasi pada sebagian reaktor pada PLTN Fukushima Daiichi yang mengalami panas yang berlebih (PLTN Fukushima memiliki 6 reaktor) mulai membelah atom-atom air menjadi Oksigen dan Hidrogen. Ledakan gas Hidrogen yang terjadi menembus lapisan kedua pelindung reaktor pada ketiga reaktor, menyebabkan semakin banyak lagi radiasi yang terlepas. Sebuah ledakan lagi mengguncang sebuah unit dan akhirnya merusak lapisan pelindung utama dari reaktor. 
    Sekali lagi, nuclear meltdown terkait dengan panas berlebih dan sistem pendingin yang vital namun tidak berfungsi dengan baik. Kecelakaan pada PLTN Fukushima memberikan peringatan keras pada kita bahwa sistem ini sangat krusial, bahkan sekalipun semua aktifitas fisi nuklir telah dihentikan. PLTN Fukushima secara otomatis menenggelamkan batang bahan bakar nuklir ketika terjadi gempa, secara efektif pula menghentikan seluruh aktifitas reaksi fisi dalam 10 menit. Namun batang-batang bahan bakar itu masih tetap membara dan menghasilkan energi panas, dan ini adalah tugas sistem pendinginnya. 
    Ini juga menjadi sebab mengapa limbah radioaktif tingkat tinggi seperti sisa batang bahan bakar nuklir mendapatkan perhatian sangat serius. Membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 10.000 tahun hingga material-material ini meluruh sampai pada titik amannya. Selama waktu ini, mereka membutuhkan sistem pendingin yang baik atau tempat penampung yang aman, karena jika tidak, mereka akan membakar apapun dimanapun mereka disimpan.

Apa itu Nuclear Meltdown ?
Kolam Penyimpanan Untuk Sisa Bahan Bakar Reaktor Nuklir yang Telah Terpakai
Apa itu Nuclear Meltdown ?
Kolam Penyimpanan Sisa Bahan Bakar Reaktor Nuklir yang Telah Terpakai

     Desain Pembangkin Listrik Tenaga Nuklir versi lama telah terbukti cenderung mudah mengalami meltdown. Pada kecelakaan di PLTN Fukushima dan di Three Miles Island, air digunakan tidak hanya sebagai pendingin namun juga sebagai moderator. Sebuah moderator menurunkan kecepatan gerakan neutron yang bergerak dengan kecepatan tinggi, membuatnya cenderung mudah menghantam komponen bahan bakar fisi yang masih bisa bereaksi dan tidak menghantam komponen bahan bakar fisi yang sudah tidak bisa bereaksi. Dengan kata lain, sebuah moderator pada reaktor nuklir meningkatkan kemungkinan terjadinya sebuah reaksi fisi di dalam reaktor. Ketika air dikeringkan dari tempat inti reaktor, maka reaksi fisi otomatis akan berhenti. Sementara itu pada PLTN Chernobyl, grafit padat digunakan sebagai moderator. Jika pendingin dihentikan, moderator masih tetap ada. Dengan tidak adanya air pada reaktor tipe Chernobyl dapat meningkatkan reaksi fisi.
    Untuk mencegah terulang kembali kecelakaan pendingin yang bisa berakibat pada nuclear meltdown, operator PLTN harus mendinginkan inti reaktor. Ini artinya mereka harus membanjiri batang-batang bahan bakar yang mengalami overheat dengan pendingin. Semakin baru bahan bakar tersebut maka semakin cepat pula proses pendinginannya. Jika partial meltdown mulai terjadi, batang bahan bakar akan merosot. Jika tidak diperiksa, batang bahan bakar yang merosot ini akan meleleh dan menciptakan lelehan logam pada dasar kolam reaktor. Lelehan radioaktif ini bahkan menjadi tantangan yang lebih sulit lagi untuk didinginkan.
    Pada kasus PTLN Chernobyl, tim darurat pada PLTN memompa ratusan ton air laut untuk mendinginkan inti reaktor. Selanjutnya, dengan menggunakan helikopter, mereka akan menimbun inti reaktor yang terbakar dengan tanah liat, dolomit, timbal dan pasir untuk memadamkan api dan meredam partikel radioaktif yang terlepas ke udara. Beberapa bulan setelahnya, mereka akan membangun benteng beton raksasa yang akan menyelimuti seluruh sisa-sisa reruntuhan PLTN, sebuah Sarkofagus untuk sang api abadi.

PENUTUP
 

Pada suatu ketika, manusia belajar untuk memanfaatkan dan mengendalikan api, sesuatu hal yang masih belum bisa dilakukan oleh makhluk lain.

Manusia itu kemudian menguasai dan mendominasi dunia. Pada suatu hari ia menemukan sebuah api jenis baru. Api ini sangat kuat, sampai-sampai tak bisa dipadamkan. Manusia itu kemudian berpikir bahwa kini ia telah memiliki kekuatan alam semesta.

Kemudian dalam ketakutannya ia menyadari bahwa api barunya itu tak hanya bisa membantunya menciptakan sesuatu namun juga dapat menghancurkan. Api itu tak hanya bisa membakar apapun di daratan dan di air, namun juga bisa membakar di dalam tubuh semua makhluk hidup.

Bisa membakar di dalam tubuh anak-anaknya, hewan ternaknya, juga tanaman dan ladangnya.

Manusia itu kemudian berlari mencari pertolongan, namun tak satupun ia dapatkan.
Kemudian ia membangun sebuah kuburan jauh di dalam tanah.

Sebuah sarkofagus, sebuah tempat persembunyian bagi sang Api
yang terus membakar dalam keabadian.

Posting Komentar

0 Komentar