Menjelang masa akhir dalam penyelesaian studi S1, mahasiswa diperhadapkan untuk membuat sebuah karya penelitian yang sering kita dengar dengan nama “Skripsi”.
Penelitian sejatinya adalah sebuah proses
membuktikan teori dan menemukan hal-hal yang baru dalam ilmu pengetahuan.
Skripsi pun demikian, meskipun terkadang ada yang beranggapan bahwa skripsi
hanya untuk belajar meneliti tapi tetap harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh. Skripsi merupakan salah satu dari tri dharma perguruan tinggi
yang harus dilaksanakan yakni penelitian.
Saya melihat, apa yang terjadi sekarang di
perguruan tinggi di Indonesia khususnya di kampus saya sendiri, skripsi hanya
dijadikan sebuah formalitas belaka. Yang paling menyedihkan, mengerikan adalah
rusaknya nilai-nilai akademik karena seringnya terjadi budaya “Copy Paste” di kalangan mahasiswa. Tidak
begitu banyak hal yang baru dan tidak ada yang cukup menarik dari skripsi
teman-teman.
Diakui, dengan kewajiban menulis skripsi,
mahasiswa dipaksa berlatih berpikir secara sistematis, melakukan observasi, dan
menuangkan gagasannya secara tertulis. Seharusnya kemampuan-kemampuan itu bisa
diperoleh tanpa harus menulis skripsi. Kemampuan menulis dan melakukan
observasi mestinya diberikan pula dengan kewajiban-kewajiban menulis karya
tulis (paper) dalam setiap mata kuliah.
Pembahasan selanjutnya adalah memanipulasi data.
Memanipulasi data adalah merubah data. Kebanyakan memanipulasi data adalah
penilitian eksperimen walaupun sedikit juga yang survey. Sebelumnya kalian
harus tahu dulu apa itu karya ilmiah. Karya ilmiah merupakan sebuah tulisan
yang berisi suatu permasalahan yang ditulis dan diungkapkan dengan
metode-metode ilmiah yang sesuai dengan kaidah penulisan karya tulis ilmiah
tertentu. Di perguruan tinggi, khususnya jenjang Sarjana strata satu, mahasiswa dilatih
untuk menghasilkan karya ilmiah seperti makalah, laporan praktikum, dan skripsi
(tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian bisa dibilang berskala kecil,
tetapi dilakukan cukup depth. Karya tulis ilmiah disusun harus berdasarkan
fakta, bersifat objektif, tidak bersifat emosional dan personal, dan tersusun
secara sistematis dan logis. Apa yang terjadi dengan karya ilmiah yang ditulis
tidak berdasarkan fakta? Bagaimana kita bisa mengetahui kekurangan pada suatu
pendidikan? Itulah yang terngiang dipikiran saya. Saat ingat sebuah perkataan
dospem materi “Jika penelitian gagal tulis saja gagal tapi cari juga penyebab
kegagalan penelitiannya tuh apa saja”. Menurut saya pribadi jarang dosen
memberikan nasihat seperti ini. Saat penulisan tidak sesuai dengan fakta itu
bukan karya ilmiah.
Yang lebih mengejutkan saya diberitahu. Bahwa
saat sidang PASTI LULUS dan ada tingkatan pengembangan, eksperiment dan survey.
Ketika Skripsi Hanya Menjadi Sebuah Formalitas
belaka maka kita sudah bisa menebak seperti apa Negeri ini ke depannya.
Faktanya Negara maju adalah negara yang mengedepankan penelitian. Tidak ada
satupun negara maju yang tidak begitu bersemangat memajukan penelitian. Kita
bisa berkaca negara-negara maju di Eropa, Jepang, Amerika, semuanya
mengedepankan penelitian bukan hanya sebagai formalitas belaka.
Intinya adalah kita masih perlu banyak belajar.
Melakukan penelitian itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Kita bisa lebih
intim dan bercumbu mesra dengan ilmu pengetahuan. Sayang sekali jika mahasiswa
hanya menganggap karya penelitian dalam hal ini skripsi hanyalah sebuah
formalitas belaka!!!
Harusnya menjadi sebuah renungan bagaimana
kondisi pendidikan kita sekarang ini, apakah semakin baik atau malah mengalami
kemunduran? Masalah-masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan harus segera
dicari jalan keluar yang terbaik. Harapan saya semoga ke depannya pendidikan di
negeri ini bisa berkembang ke arah yang lebih baik lagi terutama budaya
meneliti.
0 Komentar