Saya seorang Pendidik. Kamu pun Pendidik. Setiap orang menjadi Pendidik bagi orang lainnya. Percayakah kamu tentang hal itu? Aku percaya dan mempercayainya. Pendidik adalah sebuah keajaiban yang ada di alam semesta. Bagaimana tidak? Ajaib bukan, setiap ilmu yang ditularkan akan diikuti penemuan-penemuan lanjutan. Bukankah ajaib bahwa setiap kata yang keluar dari mulut seorang Pendidik sangatlah manjur. Diyakini kebaikan pada diri seorang siswa jauh lebih hebat dari kata-kata orang tua. Kayak keponakan saya suka ngebantah lebih kata Gurunya aja.
Terselip bangga ketika jadi guru. Bukan tentang seragam yang kami sandang. Sebagian dari kami hanyalah guru swasta, yang seragam pun apa adanya. Ada tangisan yang menyeruak, ketika kami mendapat pelukan anak-anak. Ada bahagia menyelinap keluar, ketika dahi ini berkerut mereka tergantikan sorakan girang saat berhasil memecahkan suatu masalah.
Ini bukan tentang saya saja. Bukan hanya saya yang mengalami. Tapi kamu, kita, dan mereka semua. Yang mengabdikan diri dengan ikhlas. Berkomitmen penuh untuk melayani anak-anak. Menomorsatukan urusan siswa di atas segala kepentingan lainnya. Yang rela menyisihkan gaji untuk fotokopi. Menghabiskan malam untuk koreksi lembar jawab. Yang tak lupa menyebut anak-anak dalam setiap sujud agar menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Ya, inilah kami. Yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Adalah kami, yang memang tidak perlu lencana. Memang kami, yang jarang berunjuk rasa walau upah kami jauh di bawah standar buruh. Masih ingatkah pada sosok guru yang menginspirasimu? Karena saya meyakini bahwa dalam diri setiap orang, pasti ada satu sosok guru yang berkesan.
Saya pun demikian. Saya mempunyai beragam pilihan untuk menjalani hidupku. Saya memilih menjadi guru. Karena saya bisa menjadi apa saja saat saya menjadi guru. Saya menjadi kakak saat mereka mengajakku main bersama. Saya menjadi pelawak yang memecahkan tawa mereka di sela pelajaran. Saya menjadi nahkoda yang mengarahkan pembelajaran di kelasku akan menuju ke mana. Saya menjadi manajer saat membagi tugas per kelompok diskusi kelas.
Saya menjadi event organizer saat salah seorang muridku merayakan ulang tahunnya di kelas. Saya menjadi editor saat mengoreksi karya tulis siswaku. Bahkan, saya menjadi ilmuwan saat mengajak anak-anak melakukan percobaan ilmiah. saya menjadi yang terpilih, saat seleksi alam menyaringku dari kandidat yang ada.
Menjadi guru adalah panggilan. Yang membutuhkan tekad kuat supaya tidak menyerah di tengah jalan. Yang harus melapangkan hati menghadapi harga kebutuhan yang merangkak naik padahal gaji tak pernah naik.
Harus menjadi sekreatif mungkin memanfaatkan apa yang ada di alam supaya dapat dijadikan sumber belajar. Merelakan malam-malamnya demi merancang rencana pembelajaran esok hari. Wajib siap menghadapi keluhan dan caci makian dari orang tua yang tidak puas. Harus mau menawarkan rentangan peluk bagi semua anak tanpa terkecuali, entah mereka sewangi bayi atau tidak.
Menjadi guru adalah panggilan hati. Karena kami tak pernah memikir untung rugi. Karena uang bukanlah menjadi tujuan utama saya mengabdikan diri. Karena saya lebih menomorsatukan pendidikan di atas urusan pribadi saya sendiri.
Pada akhirnya semua ini kembali pada pilihan hidup. Bagi kamu yang seperjuangan denganku, teruslah semangat untuk menikmati hidupmu! Semangat kita akan menular pada semesta, memotivasi sekitar menjadi lebih peduli pendidikan. Bagimu yang sejalan denganku, jangan lelah memperbaiki dan meningkatkan kualitas dirimu. Karena cepat atau lambat, kau akan menjadi sosok yang berkesan bagi anak-anak. Entah bagaimana mereka akan meniru sebagian dari peringaimu.
Lalu, tanpa kau sadari mereka mendewasa dan menemukan sosok idola lain di dunianya. Bagimu yang sudah puluhan tahun mendedikasikan hidupmu menjadi pendidik, terima kasih sudah menginspirasiku. Terima kasih sudah meyakinkan kami bahwa kau tetaplah sejahtera lahir batin, bahagia dunia akhirat, dan tetap tulus berbagi ilmu tanpa menjadikan uang sebagai tujuan akhir.
0 Komentar