Lawan Hoax dan Pembodohan (Part -1 : Hati-hati dgn Kata "FAKTA").



Majunya teknologi dalam bidang komunikasi, membawa umat manusia menjelajahi satu ranah yang baru dalam aspek kehidupan-nya.
Sebelum ada internet dan media sosial, sumber berita tentang berbagai macam peristiwa, terbatas pada media-media besar seperti koran, majalah dan TV. Sumber informasi-informasi mengenai pengetahuan, terbatas pada lembaga-lembaga pendidikan. Tidak banyak orang yang memiliki akses untuk menyuarakan pendapat-nya ke khalayak umum.

Dengan adanya internet dan media sosial, maka semua orang bisa ber-opini dan memiliki panggung untuk didengar. Berita dan informasi-pun muncul dari berbagai sumber, baik yang formal maupun sumber yang informal. Di antara informasi yang beredar pun, ada yang benar dan ada yang tidak. Ada tulisan yang mencerahkan, ada pula tulisan yang menyesatkan. Ada pesan yang membawa kedamaian, ada pula pesan-pesan yang membawa kebencian.

Jika dahulu pemerintah bisa mengontrol berita dan informasi yang beredar, dengan memberlakukan UU seperti SIUPP,  komite pengawas seperti KPI, dst; maka sekarang pengawasan dan penertiban seperti itu hampir tidak mungkin lagi dilakukan. Kita juga tidak boleh menafikan, bahwa sejarah pun mencatat insiden-insiden di mana pemerintah sebuah negara melakukan propaganda dan penyesatan informasi untuk tujuan tertentu.

Sehingga melihat semua kemungkinan ini, maka bagaimana kita memilah tentang benar atau tidaknya sebuah informasi, baik atau buruknya sebuah pesan, sebenarnya kembali pada diri kita masing-masing yang menerima-nya.

Meski mungkin tulisan ini tidak menarik, tapi ada keinginan dari penulis, semampunya dan dengan segala keterbatasan, berusaha menyumbangkan sebuah tulisan yang moga-moga, bisa berbagi pikiran tentang bagaimana kita berpikir secara logis dan kritis, dan mengenali kesalahan-kesalahan umum dalam berlogika, agar tidak mudah dipermainkan oleh penyesatan informasi, atau penggirinan opini.

 
Fakta yang tidak bisa dikonfirmasi kebenaran-nya.
Yang pertama adalah ketika dalam sebuah perdebatan, saya kurang lebih mengeluarkan pernyataan, bahwa perlu ada kerja keras untuk menghasilkan suatu kesuksesan.

Sementara lawan debat saya berusaha menyanggah dengan argumen, bahwa ada kondisi di mana kerja keras tak memiliki arti, dan kemudian dalam salah satu usahanya menyanggah dia mengeluarkan sebuah pernyataan hiperbolis, yang kurang lebih mengatakan, "...anggota hewan kerjaanya molor doamg mental tikus digaji miliaran perbulan tukang batu mental.baja digaji 100.000 perbulan. Fakta! "

Yang tentu saja saya jadikan bahan guyonan, karena bagi mereka yang sudah bekerja dan berurusan dengan pekerjaan sipil bangunan, tentunya tahu gaji rata-rata mereka yang bekerja di level terbawah di bidang itu, yang jauh lebih tinggi dari 100.000 per bulan.

Akan tetapi, trik-trik seperti ini dalam kenyataan-nya sering berhasil menggirin opini masyarakat, apalagi ketika "fakta" yang disajikan sulit untuk diperiksa kebenaran-nya.

Kata "fakta" sering menjadi sebuah kata sakti, untuk mendukung sebuah narasi atau argumen, dan pendengarnya seringkali terlena, lupa bahwa "fakta-fakta" yang dijadikan sebagai pilar untuk mendukung narasi itu, belum bisa mereka konfirmasi kebenaran-nya.

Misalnya seorang tokoh bisa dengan mudah mengatakan, "Negara kita sedang diserbu oleh tenaga kerja asing. Kami mencatat ada puluhan juta tenaga kerja asing yang tidak memiliki keahlian khusus sudah masuk dan bekerja di sini."

Sebagai orang awam, yang tidak memiliki akses pada data-data ke-imigrasi-an, ketenaga kerjaan dan sebagainya, tentu sulit bagi kita untuk menelusuri benar atau tidaknya, lontaran "fakta" seperti ini. Sehingga kemudian, tidak sedikit orang yang memasrahkan logika-nya pada reputasi orang yang berbicara, dan "fakta" yang belum dikonfirmasi ini pun ditelan mentah-mentah, dianggap sebagai sebuah kebenaran.



Konfirmasi bias, penggunaan sebagian dari keseluruhan fakta yang justru menghasilkan penyesatan.

Yang kedua adalah ketika baru saja membaca sebuah trit yang di judulnya menggunakan kata-kata yang sama "Fakta", dan ketika saya membaca isinya, maka terjadi penyajian fakta yang tidak lengkap dan berakhir dengan pergeseran serta pengaburan makna antara fakta, hipotesa dan opini.

Misalnya dikatakan : fakta bahwa berhubungan suami-isteri di luar pernikahan, lebih gampang hamil dibandingkan dengan berhubungan suami-isteri di dalam pernikahan.

Argumen-nya dibangun di atas dasar bahwa ada banyak hubungan di luar pernikahan yang menyebabkan kehamilan, disandingkan dengan fakta bahwa ada banyak pasangan suami-isteri yang kesulitan untuk mendapatkan keturunan.

Kedua hal tersebut adalah fakta yang bisa kita saksikan.

Namun ada kesalahan dalam berlogika di sini, karena fakta-fakta yang disajikan hanya sebagian kecil dari keseluruhan gambaran. Misalnya tidak diperhitungkan adanya fakta-fakta, bahwa banyak juga pasangan suami-isteri yang dikaruniai momongan hanya beberapa bulan, atau bahkan sebulan setelah mereka menikah. Tidak dibandingkan pula, mereka yang berhubungan di luar pernikahan, tetapi tidak hamil.

Padahal untuk mengambil kesimpulan secara benar, seharusnya ada perbandingan data dan fakta yang jelas.

Ada berapa persen dari mereka yang berhubungan di luar pernikahan lalu hamil dibandingkan dengan yang berhubungan badan di luar pernikahan dan tidak hamil.

Ada berapa persen dari mereka yang setelah menikah kesulitan untuk mendapat keturunan?

Setelah data-data itu terkumpul, barulah kita bisa mengatakan, apakah berhubungan badan di luar pernikahan, lebih rentan untuk hamil.

Atau pada sebuah trit yang lain, sempat ada beberapa aku yang membuat pernyataan bahwa, "Faktanya yang menyebut dirinya Islam moderat hanya diam saja ketika terjadi tindakan intoleran dan radikalisme."
Ini pun sebuah bentuk konfirmasi bias, karena meskipun memang benar bahwa ada dari mereka yang Islam moderat yang diam. Tetapi tidak disebutkan fakta-fakta lain, bahwa kita yang bukan Islam pun juga banyak yang diam. Diam karena tidak tahu apa yang harus diperbuat. Diam karena rasa takut dan cemas. Dan banyak alasan lain.

Tidak disebutkan pula, fakta-fakta akan ada banyak tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi Islam moderat yang bekerja keras untuk memerangin intoleransi dan radikalisme.

---

Jadi fakta yang benar pun bila disajikan hanya sebagian-sebagian, tanpa memperhatikan fakta-fakta lain yang kontradiktif terhadap logika/persepsi/narasi yang dibangun, akhirnya menjadi sebuah kebohongan yang lebih kejam daripada fakta yang tidak bisa dikonfirmasikan kebenaran-nya.

Seperti memasukkan racun ke dalam makanan, maka kebohongan yang diselipkan di antara fakta-fakta, seringkali jauh lebih mematikan, karena korban-nya tidak sadar dia sedang meng-konsumsi sebuah penyesatan.

------------

Jadi dari sekilas apa yang saya amati di media sosial, ada tulisan-tulisan dan komentar-komentar yang dengan beraninya menyematkan label "Fakta" pada pernyataan yang mereka buat.

Dan ada pula pembaca-pembaca yang cukup lugu untuk menelan bulat-bulat "fakta" yang disajikan.

Lalu bagaimana cara kita sebagai pembaca dan konsumen informasi dalam menanggapi berbagai "fakta" yang berseliweran di dunia ini?

  1. Pastikan ada beberapa sumber referensi yang dicantumkan. 
  2. Jangan malas untuk meng-click sumber referensi, lihat apakah sumber referensi-nya itu kredible dan baca apa yang ada di sana, sudahkah penulis mengutip dan memahami informasi di sana dengan benar.
  3.  Gunakan fasilitas google untuk mencari sendiri sumber referensi mengenai topik yang sama. 
  4. Gunakan logika anda, masuk akal atau tidak "fakta" yang dilemparkan itu
  5. Periksa kembali logika anda, adakah fakta-fakta lain di luar sana, yang tidak sesuai atau bertentangan dengan fakta yang disajikan. Pastikan anda tidak menjadi korban dari bias konfirmasi. Bisa jadi fakta yang disajikan itu benar, tapi ada fakta-fakta lain yang dilewatkan dan dibutuhkan cara memandang permasalahan yang lebih menyeluruh untuk mengungkap kebenaran yang sebenar-benarnya.
  6. Sebagai manusia ada kalanya kita di posisi, di mana kita memang tidak mampu untuk mengetahui benar atau tidak-nya sebuah informasi. Mungkin ada banyak informasi yang saling bertentangan yang muncul dari sumber-sumber yang sama-sama memiliki kredibilitas dan alur logika yang kuat.

Maka dalam kondisi ini, yang sebaik-baiknya kita lakukan adalah menunggu dengan pikiran yang terbuka, hingga fakta-fakta-nya menjadi lebih jelas. Bila perlu, ambil langkah-langkah yang paling logis dan bijaksana, berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

-------------------------------

Sekian untuk kali ini, masih banyak jebakan-jebakan penyesatan dengan bentuk yang berbeda, di luar sana.

Harapan saya, kita sekalian, menjadi lebih bijak dan tidak mudah jatuh ke dalam hoax dan penggiringan opini, yang akhirnya hanya merugikan kita sendiri.


Kalau tulisan anda sifat-nya adalah informasi, lakukan tugas anda sebagai seorang penulis untuk menelaah lebih lanjut informasi tersebut. Lakukan investigasi meskipun hanya lewat google, karena sudah ada banyak sumber referensi yang kredibel di luar sana.

Kalau memang sifatnya hanya untuk menghibur, jangan pula membingkai-nya seolah-olah itu sebuah berita atau tulisan yang sifatnya informatif.

Kalau itu bukan sebuah fakta, tapi sebuah opini, maka jangan lupa untuk menjelaskan, bahwa tulisan ini adalah sebuah opini pribadi.

SUMBER

Posting Komentar

0 Komentar