Menoleh Sesaat Kehidupan Manusia

Penulis : Bapak Saya (Bapak Mistam) 




Kehidupan manusia di muka bumi ini, merupakan suatu perintah Allah SWT untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ini terdapat pada Al Qur’an Surat Al Baqarah (2 ) ayat 30 yang artinya Dan (ingatlah) ketika  Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi” Mereka berkata” Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana (di bumi), sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan namaMu?” Dia berfirman, “ Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Malaikat mengetahui hakikat kerusakan perilaku manusia di bumi pada kenyataan hidup sebagian besar manusia, sebagian besar manusia merusak tatanan kehidupan dan kecenderungan untuk melanggar dan membantah serta mengabaikan aturan-aturanNya, bahkan sebagian manusia yang lain ingin menguasai daerah atau wilayah tempat hidupnya sehingga harus berperang atau menjajah tempat lainnya, kerusakan kehidupan manusia bukan saja terletak pada segi jasmani tetapi dari segi rohaninya. Kerusakan dari dari segi jasmani juga bermacam-macam perilaku merusak, misalnya dengan meminum alkohol, meminum minuman keras, obat-obatan terlarang, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan masih banyak pula perilaku merusak itu. Di mana  letak kesadaran manusia bahwa perilaku yang merusakan jasmani sangat merugikan diri sendiri dan orang lain, sekalipun sebagian manusia mengetahui bahwa perilaku itu melanggar aturan-aturan Tuhannya, mereka tetap melakukan sikap yang merusak dirinya maupun orang lain. Hal ini akan timbul kesadaran diri jika manusia itu sendiri menyadari, untuk apa aku hidup di dunia ini? dan bagaimana akhir dari kehidupan dunia ini? apakah ada pertanggungjawaban semua perbuatan merusak ini?, dan apakah diri ini sanggup menahan dan menolak siksaan dari Tuhanku?. Bila tumbuh kesadaran akibat perbuatan yang aku lakukan selama hidupnya, kesadaran akan timbul pada diri ini bila perbuatanku tak bisa dipikulkan atau ditanggung orang lain untuk menerima pembalasan Tuhannya.  Padahal manusia memiliki rasa takut, kenapa saat manusia diancam akan dibakar, minum nanah, disiram besi mendidik, diikat ditiang yang panjang lalu dibakar, badan dibakar lalu kulit hangus diganti kembali, lalu dibakar kembali, jika makan memakan makanan dalam neraka bukan semakin kenyang, bahkan semakin lapar, meminum air mendidik dan bukan menghilangkan haus, bahkan semakin haus, hidup dalam siksaan tak ada enaknya, selalu menderita, tetapi kenapa sebagian manusia ini memilih jalan dan perilaku kerusakan diri, hal ini mereka masih menggapap remeh dan belum pernah mengalami ancaman itu sehingga masih mau mengabaikan ancaman-ancaman dari Tuhannya. Sebagian besar manusia mengalami kerusakan rohani akibat menyekutukan Tuhannya,padahal sudah dingatkan seperti dalam Al Qur’an Surat Luqman (31) ayat 13 yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada anaknya, ketika ia memberi pelajaran pada anaknya, “wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukkan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Manusia dalam mendidik anak-anaknya perlu sekali menanamkan sebuah ketauhidan yang benar, agar anak mengerti dan memahami dasar rusaknya rohani, akibat dari pengertian dan pemahaman tentang hakikat ketauhidan dalam kehidupan sekarang dan masa yang akan datang (akhirat). Ketika mendidik anak-anak perlu ditanamkan bahwa mempersekutukan Tuahannya merupakan sebuah perbuatan yang dimukai oleh Allah SWT,maka perlu penanaman ketauhidan yang murni, yaitu bahwa manusia hidup itu seperti tertulis dalam Surat Al Fatihah (1) ayat 5 yang artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Dan diingatkan pula bahwa manusia itu diperintahkan seperti dalam Surat Al Bayyinah (98) ayat 5 yang artinya :” Padahal mereka hanya diperintah menyembah/mengabdi kepada Allah SWT, dengan ikhlas mentaatiNya ( aturan-aturan dan laranganNya) semata-mata hanya mentaati agama, dan agar juga melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang benar/lurus.” Sikap ikhlas dalam kehidupan manusia, bukan didasarkan pada rasa ingin dihargai atau dihormati, tapi karena menjalankan kehidupan ini semata-mata karena Allah SWT saja, tak penting, mau dihormati/dihargai atau dicemoohkan ,tak diambil pusing, karena hidupnya tanpa pamrih dari mahluk atau manusia lainnya. Tumbhnya kesadaran bahwa hidup ini selain hanya mengabdi kepada Allah SWT semata, maka tumbuh perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka rasa bahagia dalam rohani akan tumbuh dan dirasakan serta tumbuhnya rasa sabar dan tawakal, hal ini adanya kesadaran bahwa hidup hanya mengabdi kepada Allah SWT. Manusia yang sadar bahwa hidup sebagai pengabdian kepada Allah SWT tak mungkin dengan kesadaran melakukan kecurangan, penipuan, kedengkian, kerusakan, dan sikap yang merugikan dirinya maupun orang lain. Banyak manusia merasa ilmu tinggi tetapi mau melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama, karena manusia semacam itu hakikatnya tidak berilmu, karena ilmu yang dipelajari hanya untuk alat penipuan, kecurangan semata-mata, dan manusia semacam itu hakikatnya manusia yang menjatuhkan diri dalam kehinaan, walaupun dengan gelar dan kekayaan yang banyak, tetapi sikapnya merupakan kehinaan. Maka manusia yang memahami hakikat kehidupan ini tak akan tumbuhan kesadaran untuk melakukan hal-hal yang merusak dan merugikan dirinya dan orang lain.

 
Kesadaran ada Ujian Hidup Manusia.
Manusia dijadikan dari setetes mani yang bercampur, ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Insan ( 76) ayat 2 yang artinya : “Sungguh, Kami ( Allah SWT) telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami ( Allah SWT) hendak mengujinya ( dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia (manusia) mendengar dan melihat.

Kesadaran manusia yang diciptakan dari mani yang bercampur, sebagai air yang hina dan menjijikan, maka akan tumbuh dan berkembang dalam diri manusia tersebut, adanya kesadaran bahwa tak layak dan tak pantaslah kalau timbul rasa sombong, angkuh, bangga diri, dan sikap penyakit hati lainnya, karena menyadari betapa hina dan lemahnya manusia ini. Manusia akan menjadi mulia bila mampu menjalankan perintah dan larangan Allah SWT dengan sikap yang sungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan ini. Dalam kehidupan ini juga tempat ujian untuk menentukan manusia yang taat atau tidak taat.

 
Manusia dijadikan mendengar.
Manusia sejak kecil sudah mendengar, mendengar tentang aturan dan larangan dari sejak di dalam keluarga, dan beranjak besar mulai mendengar pendidikan di sekolah, di TK, SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan yang diterima dari sejak di dalam keluarga sampai ke perguruan tinggi. Apakah sudah menjamin manusia itu menjadi taat? Nah di sini perlu tanda tanya pada diri sendiri. Mengapa saya tak bisa menjadi manusia yang taat?. Apakah pendengaran saya rusak atau rohaniku sudah rusak sehingga nilai-nilai kebenaran tak mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?  Di mana hati nuraniku  jika aku selalu merusak diri dan orang lain? Bukankah aku dijadikan mendengar untuk mendengarkan hal-hal yang benar dan mengamalkan kebenaran itu? Ku yakin Allah SWT akan murka kepadaku jika aku tak mampu menggunakan pendengaran ini dengan baik dan benar? Sementara banyak orang yang dijadikan tak mendengar, dimanakah hati nuraniku ini, hidupku terasa hanya dikendalikan oleh nafsu/keinginan hewani saja. Usiaku sudah berapa tahun untuk hidup tak mensyukuri nikhmat Allah SWT berikan padaku? Apa yang kuperbuat jika tiba-tiba ruhku dicabut oleh malaikat pencabut nyawa saat ini, bagaimana pertanggungjawabanku di hadapan Allah SWT, siapa yang akan menolongku? Seharusnya aku mampu menyadarkan diri bahwa hidup bukan seperti hewan, hanya mementingkan keinginannya saja. Aku ini manusia, manusia yang dituntut untuk taat, aku dikasih hati nurani dan akal yang harus digunakan sesuai dengan kehendak Allah SWT, bukan kehendakku sendiri. Seharusnya aku sadar, bahwa kaya miskin, sehat sakit, lapang sempit, siang malam,terang gelap,mudah susah, senang sedih, semuanya itu ujian hidup, bukankah sering aku mendengar ceramah, tapi kenapa aku belum mampu mengamalkannya, aku harus menggunkan akal dan hati nuraniku, hidupku bukan di sini saja tetapi lebih tak terbatas lagi di akhirat, celakalah aku bila tidak menjadi manusia yang taat.

 
Manusia dijadikan melihat.
Manusia yang mampu melihat, selain melaihat bisa mengamati, meneliti, memperhatikan kejadin-kejadian kehidupan manusia baik dirinya maupun manusia lainnya, dari kejadian sejarah kehidupan manusia dari sejak dulu hingga kini. Manusia yang tak bisa secara kasat mata melihat, tetapi hatinya mampu melihat, dengan melihat, manusia dapat mengambil pelajaran dari kejaian-kejadian yang dialami oleh dirinya ataupun orang lain dari sejak dulu hingga kini. Kejadian-kejadian yang menentang perintah Allah SWT akibatnya luar biasa yaitu dibinasakan di muka bumi dan di akhirat di azab atau disiksa dengan siksaan yang berat/besar. Apakah aku ini termasuk orang yang banyak menentang perintah Allah SWT atau aku yang banyak taatnya?. Kesadaran hidup manusia bukan sekedar hidup, tetapi adanya pertanggungjawaban segala nikhmat hidup yang diterimanya, terutama nikhmat keimanan/agama islam, nikhmat materi, nikhmat tempat hidup di bumi, dan nikhmat umur sampai saat ini masih hidup sehingga punya kesempatan untuk memperbaiki diri sebagai manusia yang mampu melihat dengan mata, melihat dengan akal sehat, dan dengan hati nuraninya, agar menjadi manusia yang diridhaiNya dalam sikap dan perbuatan, perkataan serta tata cara hidup yang disenangi oleh manusia lainnya. Jadilah manusia yang mampu melihat dirinya dengan kesadaran diri bahwa diri ini tak pantas merasa bangga, sombong, dan meremehkan orang lain, karena merasa hebat keberadaan dirinya dan menganggap remeh dan kecil orang lain. Sadarilah bahwa saat ini kita pada posisi baik, tetapi dimasa berikutnya belum tentu menjadi manusia yang baik, maka janganlah merasa dirinya sudah baik dan benar, orang yang sudah merasa baik dan benar, cenderung menyalahkan orang lain yang tak sepaham dengan dirinya. Dalam kehidupan aku melihat banyak pengemis ,pengangguran, tukang pemulung, tukang bangunan, pedagang, karyawan, pengusaha, pejabat, manusia yang memiliki kelainan jiwa, cacat, dan masih banyak jenis-jenis manusia dalam kehidupan ini, semuanya itu memiliki ujian yang berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu rasa susah senang, sehat sakit, lapang sempit, suka dan duka dan lain-lainya. Manusia yang sadar bahwa semuanya adalah ujian hidup, maka akan berhati-hati dalam perkataan dan perbuatannya. Betapa ruginya orang yang tak mampu melihat kehidupan ini dengan hati yang jernih, terkadang hanya merasa dirinya paling menderita dan paling susah, sesungguhnya yang susah itu karena hatinya tak mampu melihat kenyataan hidup ini hanya sebagai ujiannya, bila orang itu mampu melihat kenyataan bahwa hidup sebagai ujian, maka manusia itu cenderung melakukan perbuatan dan perkataanya sesuai dengan aturan-aturan dan larangan-laranganNya yang selalu diaatinya. Kenapa orang mau melakukan kecurangan dan penipuan, kebohongan,karena manusia merasa bahwa perbuatan itu dianggap remeh dan merasa ringan-ringan saja. Manusia semacam itu tersadar saat nyawa sudah ditenggorokan, karena semua perbuatan buruknya akan tampak dimatanya, maka tidak jarang orang mati matanya terbelalak. Nah, sekarang tinggal manusia itu sendiri mengambil sikap, apakah mau menjadi manusia disayang Allah SWT atau manusia yang dimukaiNya? Kembali pada dirinya bahwa tak ada orang lain yang dapat membantu meringankan kesalahan pada saat di akhirat nanti. Dan sebaiknya aku harus mengubah diriku menjadi orang yang taat kepada Allah SWT.

 
Kepastian Allah SWT memberikan ujian hidup pada manusia.

Ujian hidup manusia yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah (2) ayat 155 yang artnya : Dan Kami ( Allah SWT) pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”  Tumbuhnya kesadaran bahwa hidup ini pasti akan diuji,maka akan memiliki kekuatan hati untuk menerima kenyataan hidup yang dialaminya, kenyataan hidup yang dialami ini selalu berpatokan pada aturan-aturan dan larangan-laranganNya, tetap akan dipatuhi dengan segala kesadaran dan kemampuannya.

 
Manusia merasa takut kematian.
Mengapa ada manusia yang takut pada kematian, karena ada beberapa hal yang membuat manusia takut pada kematian. Ketakutan kematian ini disebabkan oleh rasa dalam diri bahwa perbuatan dan perkataan serta perilakunya belum mampu menghantarkan pada keridhaan Allah SWT, sehingga perasaan takut akan muncul bila mendengar adanya kematian dirinya, padahal manusia itu mengetahui adanya hidup pasti adanya kematian. tetapi bagi manusia yang memiliki keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT, maka rasa takut ini tidak berlebihan, karena orang semacam ini akan selalu berusaha untuk berbuat taat dan mejaga perilaku, perbuatan, dan perkataannya dijaga agar tak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Ada pula orang tak takut mati karena sudah tertutup matinya, hakikatnya manusia yang berbuat jahat, merampas, merampok, membunuh, korupsi, dan perbuatan yang buruknya lainnya, bukan berarti orang itu tak takut mati, tapi orang itu sudah dikuasai oleh nafsu jahatnya sehingga tertutup hatinya, maka orang tersebut kehilangan hati nuraninya, orang semacam itu akan menyesal di akhirat nanti.

 
Manusia merasa takut pada masa depan.
Kehidupan manusia sejak dalam kandungan, manusia sudah memiliki kekhawatiran dari orang tuanya tentang masa depan anak-anak yang dilahirkannya, sehingga manusia berusaha untuk mendidik anak-anaknya di rumah dan di sekolahkannya, tetapi sayangnya manusia suka lupa dalam mendidik anak-anaknya, mendidik anak-anak seharusnya sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Luqman (31) ayat 13 yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada anaknya, ketika ia memberi pelajaran pada anaknya, “wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukkan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Inti dari kehidupan adalah bahwa anak-anaknya dididik untuk tidak menyekutukan Allah SWT. Manusia dalam mendidik anak-anak terutama dalam hakikat tujuan kehidupan sekarang dan di masa  yang akan datang. Manusia yang mendidik hanya bertujuan untuk mencari kehidupan dunia saja maka hanya membuat kekecewaan semata di kehidupan nanti. Kekhawatiran manusia tentang masa depan terkadang membuat manusia mau dan rela melakukan kecurangan dan kesalahan demi apa yang ditujunya. Misalnya seorang ibu/bapak yang mengerjakan pekerjaan rumah anaknya, atau seorang pendidik yang memberitahukan jawabannya, pada soal atau latihan soal yang harus dikerjakan anaknya, sepintas dianggap remeh, padahal itu sudah menanamkan kekeliruan yang sangat besar bagi jiwa anak. Bahkan orang tua dengan berbagai cara mencari biaya tanpa memperhitungkan halal dan haram demi membiayai sekolah anaknya untuk meraih masa depan anaknya. Bila ini dilakukan tanpa memperhatikan dari mana biaya untuk anak-anaknya diperoleh, maka hasil dari perilaku anaknya akan mengecewakan sekalipun anak-anaknya lulus dari perguruan tinggi. Rasa ketakutan masa depan anak-anaknya membuat perilaku manusia tanpa memperhitungkan perilaku untuk memperoleh itu semua, maka kekhawatiran semua akan terwujud. Maka banyak orang merasa kecewa dengan membiayai anak-anak tetapi anak-anak itu membuat orangtuanya kecewa. Tetapi bila rasa kekhawatiran ini didasari oleh sikap takwa dan tawakal serta sabar dalam menjalani hidup ini sesuai dengan perintah dan laranganNya, mudah-mudahan semuanya akan baik-baik saja. Maka didiklah anak-anaknya sesuai di dalam Al Qur’an Surat Luqman (31) ayat 14 yang artinya: Dan Kami ( Allah SWT) perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, bersyukurlah kepadaKu (Allah SWT) dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepadaKu (Allah SWT) kembalimu. Jadi menanamkan perbuatan baik merupakan hal pokok dalam kehidupan sehingga nanti kehidupan anak-anaknya di masa depan menjadi manusia yang mampu memahami kehidupan yang sesuai dengan perintah dan laranganNya. Dengan kesadaran manusia akan kembali kepada Tuahannya, maka manusia tersadar bahwa semuanya akan dipertanggungjawabkan semua perbuatannya.

 
Manusia merasa takut pada bencana.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari bencana, musibah, dan hal-hal lain yang merusak tatanan kehidupan yang menyedihkan. Itu semuanya merupakan ujian yang diberikan kepada manusia, agar manusia kembali kepada kebenaran. Rasa takut yang berlebihan akibat adanya sikap kurang menyadari bahwa bencana itu semuanya atas izinNya, maka seorang yang bertakwa akan memiliki sikap tawakal dan sabar dalam menghadapi semua itu. Kesadaran semacam itu akan tumbuh bagi orang-orang yang memiliki jiwa takwa kepada Allah SWT dengan segala Iradah dah KudrahNya diterima dengan rasa  ridha pula oleh manusia tersebut. Bencana-bencana yang terjadi dari sejak dulu hingga sekarang, kalau mau melihat dengan hati yang jernih adalah ulah manusia, tetapi siapa manusianya, tak usah menyalahkan orang lain, ayo masing-masing berpikir dan mengoreksi sudahkah kita melakukan sesuai dengan perintah dan laranganNya. Jika masing-masing mau memperbaiki diri terutama dalam bersikap dan berperilaku baik untuk dirinya, orang lain, serta khususnya pada Sang Penciptanya tentunya akan tercapai kehidupan yang nyaman dan damai sesuai dengan harapan kehidupan rahmatan lil’alamiin. Bencana-bencana yang Allah SWT turunkan seperti Gempa Bumi, Tsunami, Gempa Tektonik, Gunung meletus, Banjir bandang, Angin topan, Petir, wabah penyakit,dan lain-lain semuanya peringatan bagi orang-orang yang mampu berpikir. Bagi manusia yang berakal, maka akan kembali kepada jalan kebenaran dengan rasa syukur dan sabar.

 
Manusia merasa kelaparan.
Masalah rasa lapar, itu dialami setiap mahluk, manusia juga merasa lapar. Rasa lapar yang waktunya agak lama sering dikatakan mengalami kelaparan. Padahal kelaparan yang dialami setiap manusia, sering tidak menjadi pelajaran bagi kehidupan kita sendiri. Misalnya saat kita lapar, tentu akan berpikir betapa tak enaknya orang merasa lapar, maka orang-orang yang memiliki kemampuan harta akan merasa, oh ini rasanya lapar, bagaimana dengan rasa lapar bagi orang-orang tak mampu, maka timbullah rasa iba, empati, dan simpati untuk membantu orang lain, yang mengalami kelaparan dalam waktu yang lama, akibat tak mampu menutupi kelaparannya dalam waktu yang agak lama, disebabkan karena ketidakadaan yang harus dimakannya. Maka rasa takut kelaparan bagi orang-orang yang mampu, maka orang-orang tersebut menanbung uangnya atau hartanya dalam rangka menghindari rasa kelaparan, bagi orang-orang tak mampu, apa yang mau ditabung, untuk makan sehari-hari saja susah, nah disinilah bagi orang-orang yang berakal dan mau berpikir, bahwa semua ini adalah ujian hidup, maka bagi yang mampu mau membantu orang-orang yang tidak mampu, jangan hanya menumpuk-numpuk harta itu, karena harta tak dibawa mati, bahkan akan memberatkanmu bila melalaikan amanah yang harus dilaksanakannya. Jika mau membantu, tak usah berharap rasa terima kasih atau orang yang dikasih jangan berharap untuk menghormatinya, tetapi benar-benar membantu karena Allah SWT saja. Bagi orang-orang yang bertakwa rasa ketakutan kelaparan tak perlu berlebihan, sebab Allah SWT berjanji sudah menyediakan rezekinya di muka bumi ini, kita hanya butuh ikhtiar yang baik dan benar. Manusia tidak boleh berprasangka buruk dan merasa tidak adil dalam hidup ini pada Allah SWT. Manuasia sebaiknya menyadari bahwa semua ini adalah ujian hidup, kita akan tahu pasti hikmah semuanya ini setelah kematian kita nanti, maka sebaiknya berprasangka baik dan Allah SWT selalu adil pada hambaNya. Kita sadar sadar betul, bahwa kebahagiaan bukan terletak pada harta, pangkat, pendidikan, status sosial,dan keturunan. Kekuarangan harta, pangkat, pendidikan, status sosial , dan keturunan bukan semata-mata tempat kesusahan dan penderitaan. Kebahagiaan terletak pada kesadaran bahwa hidup ini, manusia harus mau menerima ujian dan harus mengabdi pada Sang Penciptanya. Perasaan Penderitaan dan kesusahan karena kurangnya kesadaran bahwa hidup ini merupakan ujian hidup yang harus dijalani suka atau tidak suka.

 
Manusia merasa kekuarangan harta.
Perasaan manusia seringkali merasa kekurangan harta benda sekalipun sudah cukup menurut kebutuhannya, apalagi manusia yang memang secara materi tak banyak memiliki harta yang banyak, maka sangat merasa kekurangan, perasaan semacam ini dirasakan hampir setiap manusia, karena keinginan manusia tak terbatas, semakin banyak yang dimiliki juga akan semakin merasa kekurangan, lihatlah dalam kehidupan manusia di dunia dalam kenyataan hidup ini, orang yang memiliki pekerjaan, karyawan, pengusaha, pedagang, pejabat, rakyat jelata, menginginkan usaha satu, maka ingin usaha kedua, ketiga, dan seterusnya, orang yang memiliki gaji 2 juta/bulan, kepengin, 3 juta/bulan dan seterusnya, orang pada dasarnya akan selalu merasa kurang dan kurang, maka perasaan kekurangan harta dalam diri manusia merupakan ujian hidupnya, maka bagi orang yang memahaminya akan selalu bersyukur dan bersabar dalam kondisi apapun adanya, cobalah perhatikan dalam kehidupan manusia, seakan tak pernah habisnya cerita tentang derita kehidupan manusia di dunia ini, setiap manusia tak bisa lepas dari derita kekurangan, ya itu lah permainan hidup dan senda gurau kehidupan manusia, satu sisi manusia ingin seperti orang yang ia anggap bahagia, padahal kalau ia mengetahui  yang sebenarnya tentang kehidupan manusia yang ia anggap bahagia, maka ia akan berpikir ulang untuk sepertinya. Kesadaran manusia sebaiknya tumbuh bahwa setiap manusia memiliki usaha yang berbeda-beda dan kadarnya pun berbeda-beda pula sehingga tak usah menginginkan hidup seperti orang lain, karena pada dasarnya tak akan mungkin bisa seperti orang lain. Sikap merasa kekurangan harta, seharusnya berpikir ulang, karena manusia banyak yang tidak diciptakan dengan lengkap secara fisik tetapi tetap manusia sebagai mahluk sebaik-baiknya asalkan menjadi manusia yang bertakwa, dan masih banyak yang harus menjadi pelajaran hidup manusia yaitu, adanya orang buta, orang tuli, orang bisu, lemah mental, orang cacat tangan, kaki, menderita berbagai penyakit,dan kekurangan organ tubuh lainnya. Manusia-manusia itu memiliki semangat hidup untuk menggapai ketakwaan, sementara kita yang dikasih kelengkapan fisik, mengapa harus mengeluh dan mengeluh terus, dan selalu menyalahkan orang lain, atau menyalahkan pemerintah. Cobalah renungkan kehidupan kita, betapa lengkap tubuh kita, semua normal itu semua harta yang tak ternilai harganya, asal mampu memanfaatkan amanat Allah SWT, apa fungsi otak, tangan, kaki, perut, badan, hati, jantung,dan semua yang dimiliki oleh tubuh kita dengan benar, maka kita merasa memiliki harta yang banyak, sayangnya cara pandang kita, bahwa harta sekedar materi dan kebendaan semata. Manusia sebaiknya  tak usah merasa miskin, karena Allah SWT telah memberikan tubuh kita baik secara fisik maupun rohani. Kita pada dasarnya memiliki kelengkapan anggota tubuh sebagai alat untuk mencari sumber kehidupan yang sudah disediakan di muka bumi ini. Sikap kekurangan harta akan menjadi ujian hidup bagi manusia, maka tak akan pernah habis-bahisnya dalam merasakan kekurangan harta itu. Beruntunglah bagi manusia yang merasa cukup walaupun secara materi manusia tersebut tidak banyak, tetapi manusia itu selalu bersyukur dan bersabar atas pemberian Allah SWT.

 
Manusia merasa kekurangan jiwa.
Merasa malu untuk memulai sesuatu kegiatan kehidupan yang baru, biasanya merasakan malu, misalnya untuk berdagang, atau usaha lainnya. Bila awalnya menjadi karyawan kemudian di PHK ( Pemberhentian Hubungan Kerja ), Orang-orang kaya berubah menjadi miskin, dan orang-orang yang mengalami perubahan hidup dari senang ke susah, maka untuk memulai usaha  yang baru, misalnya dengan berdagang akan merasa kebingungan, karena diliputi rasa malu, rasa malu, rasa khawatir, rasa tak pecaya diri, pesimis, dan sikap lemah lainnya merupakan bagian dari kekurangan jiwa. Kekurangan jiwa semacam ini dimiliki hampir setiap manusia. Tetapi ada manusia yang memiliki kekuatan dan keyakinan bahwa Allah SWT akan memberikan petunjuk bagi manusia yang menginginkan kebenaran dalam usaha hidup untuk mengabdi kepada Allah SWT, maka kekuatan semacam ini akan mengurangi sikap-sikap dari kekurangan jiwa tersebut, karena Allah SWT hanya menguji bukan mendhaliminya, maka ujian semacam ini ditimpakan kepada semua manusia, agar Allah SWT mengetahui mana orang yang benar-benar bertakwa dan orang yang tidak bertakwa. Hanya lah orang-orang yang bertakwalah yang akan selalu memiliki motivasi hidup untuk pengabdiannya kepada Sang Penciptanya sehingga tak pernah menyerah dan pantang putus asa.


Manusia merasa kekuarangan buah-buahan.

Usaha-usaha dalam kehidupan yang beraneka ragam, sehingga ujian hidup pun sama beraneka ragam, misalnya orang yang usahanya melalui bidang pertanian, akan mengalami gagal panen, dan usaha perkebunan sayur-sayuran dan buah-buahan pun sama akan mengalami gagal panen. Bila mengalami gagal panen jelas akan mengalami kekurangan sayur-sayuran dan buah-buahan. Kegagalan semacam ini juga merupakan dari ujian hidup, karena tidak selamanya gagal panen, tetapi pada saat gagal panen itulah keimanan dan ketakwaan manusia diuji rasa bersabarnaya. Dan ini dialami bidang-bidang usaha kehidupan yang lainnya. Manusia diuji atas rasa syukur bagi mereka yang dikasih kemudahan dan mau membantu yang kesusahan atau tidak. Dan manusia yang diuji kesabarannya saat mengalami kegagalan dalam bidang kehidupan atau kekurangan apa-apa yang diinginkannya.

 
Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.
Manusia yang sabar dalam menghadapi bermacam-macam cobaan yang dialaminya, maka gembiralah hatinya karena harapan akan tercapai, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Di dunia hatinya menjadi lapang dan tidak keluh kesah, dan selalu menyadari bahwa ini ujian hidup, maka sikap sabar menjadi kunci utamanya, agar rasa senang tetap ada dalam hatinya. Dan di akhirat akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal abadi, berkat kesabaran dari ujian saat hidup di dunia itu. Maka manusia-manusia yang sabar dalam menghadapi ujian hidup, akan merasakan ketenangan hati dan berjiwa tawakal kepada Allah SWT.

 

Posting Komentar

0 Komentar