Pengajaran reflektif didasarkan pada pengambilan keputusan yang cermat yang memperhitungkan pengetahuan tentang siswa, konteks, proses-proses psikologi, pembelajaran dan motivasi, dan pengetahuan tentang diri sendiri. Meskipun pengajaran reflektif bukan bagian dari perspektif konstruktivis terhadap pembelajaran, dasar-dasar pikirannya didasarkan pada asumsi-asumsi konstruktivisme (Amstrong & Savage, 2002).
Komponen-komponen. Pengajaran reflektif sangat berlwanan dengan metode pengajaran tradisional di mana seorang guru menyiapkan pelajaran, menyampaikannya di kelas, memberi tugas-tugas pada siswa, memberikan umpan balik, dan mengevaluasi pembelajaran mereka. Pengajaran reflektif memiliki asumsi bahwa pengajaran tidak dapat dipersempit pada satu metode saja untuk diterapkan pada seluruh siswa di kelas. Masing-masing guru membawa sekumpulan pengalaman yang berbeda-beda ke dalam pengajaran mereka. Bagaimana guru menginterpretasikan situasi-situasi akan berbeda-beda tergantung pada pengalaman-pengalaman dan persepsi-persepsi mereka. Pengembangan profesi menuntut guru untuk merenungkan keyakinan-keyakinan mereka dan teori-teori mereka tentang siswa, materi pelajaran, konteks, dan pembelajaran, dan mengecek validitas dari keyakinan-keyakinan dan teori-teori tersebut berdasarkan kenyataan.
Komponen-komponen dari keputusan-keputusan Pengajaran Reflektif
- Peka terhadap konteks
- Dituntun oleh perencanaan yang cair atau fleksibel
- Didukung oleh pengetahuan professional dan personal yang dicermati secara kritis
- Ditunjang oleh kesempatan-kesempatan pengembangan profesi formal dan informal.
Henderson (1996) menyebutkan empat komponen dari pengajaran reflektif yang melibatkan pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan pengajaran bahwa peka terhadap konteks yang mencakup sekolah, materi pelajaran, latar belakang siswa, penentuan waktu dalam satu tahun, harapan-harapan pendidikan, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini, perencanaan yang cait (fluid planning) bermakna bahwa rencana-renca pengajaran harus fleksibel dan dapat berubah jika kondisi mengharuskan demikian. Ketika siswa tidak memahami suatu pelajaran, mengerjakannya lagi dengan cara yang sama adalah hal yang kurang masuk akal. Untuk hal ini, rencanya harus diatur siswa membantu pemahaman siswa.
Model pengajaran Henderson memberikan penekanan pada pengetahuan personal guru. Mereka harus menyadari mengapa mereka melakukan hal yang mereka lakukan dan menjadi pengamat situasi yang tekun. Mereka harus memikirkan dan memproses bermacam-macam informasi tentang situasi-situasi. Keputusan-keputusan mereka diperkuat dengan pengembangan profesi. Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang kuat yang dapat diandalkan untuk membuat perencanaan yang fleksibel dan memperhatikan perbedaan-perbedaan siswa dan konteks dalam menyusun pelajaran.
Guru-guru yang reflektif adalah orang-orang aktif yang mencari solusi-solusi untuk permasalahan-permasalahan, bukan hanya menunggu orang lain memberi tahu mereka apa yang harus mereka lakukan. Mereka memilih untuk gigih mencari sampai mereka menemukan solusi yang terbaik daripada puas hanya dengan satu solusi yang tidak memuaskan. Mereka adalah orang-orang yang etis dan mendahulukan kepentingan-kepentingan siswa di atas kepentingan mereka. Mereka mencari tahu apa yang terbaik bagi para siswanya daripada apa yang terbaik abgi diri mereka.
Referensi
- Armstrong, D.G., & Savage, T.V. (2002). Teaching in the secondary School: An introduction (edisi ke-5). Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice Hall.
- Henderson, J.G. (1996). Reflective teaching. The study your constructivist practices (2nd ed.), Englewood Cliffs, NJ: Merrill/Prentice Hall.
Bantu kami 💪 dalam mengembangkan blog ini dengan mendonasikan lewat link : https://saweria.co/muizghifari
Berapapun sumbangan yang diberikan semoga kalian tetap senang dalam mebaca baik di blog ini ataupun buku. Sekali terimakasih bagi yang berdonasi.🙏
0 Komentar