Mengurai perkataan GURU itu HARUS IKHLAS, Perhatikan dengan cermat!

Perihal pekerjaan banyak dalih yang dilakukan baik bagi pemimpin maupun pegawai, ketika manusia memanfaatkan moment akan terjadi kesalahan atau bahkan kebaikan bagi instansi. Tapi apa jadi jika kata itu diulang, lalu membuat satu sisi jadi tertekan. Memang kita ketahui dunia pendidikan di negeri ini pun diambil dan bahkan dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk kepentingan diri sendiri.


 

Pada beberapa lalu saya sempat membahas bagaimana setiap dana BOS cair, maka PENGURUS YAYASAN AKAN BANGUN RUMAH. Fakta yang memang sedikit mengejutkan bukan? Ah, ga perlu terkejut begitulah. Memang ketika saya menulis ini sedang ada kegundahan dihati saya melihat dunia pendidikan yang seperti ini. Malam hari sebelum saya menulis, saya sempatkan membaca beberapa artikel yang memang saya akan kaji dan menjadi sebuah tulisan ini.

Kebanyakan saat seleksi atau sesudah seleksi biasanya baik pengurus yayasan atau Kepala Sekolah selalu menekankan ikhlas. Eits kalo kamu udah wawancara dan bahkan tanda tangan SPK, maka kamu itu sebenernya sudah ada akad pekerjaan. Akad pekerjaan itu wajib di patuhi kedua belah pihak. Misal kamu sudah mengikuti kewajibanmu di SPK, ternyata pengupahanmu terlambat tidak sesuai ketentuan. Berarti PIHAK YAYASAN sudah melanggaran peraturan dan bahkan cenderung zholim terhadap pekerjanya.

Perlu kamu ketahui karena mayoritas di Negara Indonesia ini adalah Islam. Banyak sekolah yang berasaskan nilai-nilai Islam tidak sepenuhnya menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam terutama pada aspek upah sesuai waktu maupun kesesuaian jam ngajar dan lain-lain.

Banyak yang beranggapan bahwa guru yang ikhlas itu harus menerima upah yang minim dan bahkan meluangkan waktunya lebih banyak pada kegiatan pekerjaannya. Beranggapan bahwa gaji minim terus harus profesional, lalu apakah dengan serdik?.

Seorang Pendidik ketika menerima gaji pun dapat meniatkan untuk menafkahi keluarga dan mendidik keluarga mereka untuk mencoba terhindar dari siksa api neraka.

Jika kita melihat indikator ikhlas itu adalah aktivitas yang dimaksudkan tujuannya semata-mata karena Allah sesuai dengan apa yang di syariatkan. Sedangkan kriteria pendidik yang ikhlas itu adalah pekerjaannya sebagi ibadah. Contohnya menasehati peserta didik dengan nilai-nilai Islam. Bukan ikhlas menyangkut akad. Jadi beda antara qholbu dan akad ya.

Banyak orang memanfaatkan qonaah. Apa sih qonaah?

Sikap puas hati atas apa yang diberikan oleh Allah kepada hambanya. 

Sebagian besa lagi memanfaatkan Qonaah sebagai dalih untuk membayar murah pekerjaan yang sebenarnya layak mendapatkan gaji yang lebih baik, merupakan suatu hal yang harus dihindari.

Ikhlas, kesungguhan dalam niat dan tujuan, tidak berarti seorang pekerja harus menjalani aktivitasnya tanpa menghiraukan besaran gaji yang pantas. Mengorbankan keadilan dalam sistem penggajian dengan mengajak pekerja untuk ikhlas dalam menerima gaji yang rendah, akan merugikan mereka secara finansial keluarganya.

Besaran gaji dalam dunia profesional harus didasarkan pada beberapa faktor objektif, seperti tingkat pendidikan, pengalaman kerja, tanggung jawab pekerjaan, dan kontribusi nyata yang diberikan kepada instansi. Selain itu, gaji yang ditawarkan sebaiknya juga mencerminkan kondisi pasar dan standar industri untuk posisi pekerjaan tertentu. Jangan menggunakan Qonaah dan Ikhlas sebagai dalih untuk mengabaikan pertimbangan-pertimbangan tersebut.

Memahami nilai Qonaah dan Ikhlas seharusnya mendorong perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang adil dan berintegritas, di mana pekerja dihargai dan diberi gaji yang layak. Pengusaha dan perusahaan berperan dalam menerapkan keadilan dan etika dalam sistem penggajian agar tidak menyalahgunakan konsep-konsep agama sebagai pembenaran untuk mengurangi upah.

Mengutip perkataan dari Ustadz Devin Halim, BBA (Bachelor from Al-Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University, Sharia Compliance), bahwa:

Salah satu kesalahan yang suka saya lihat adalah mencoba menyambungkan amalan hati dengan hukum fiqih/kasus duniawi yang tidak nyambung, contohnya adalah:

menyambungkan ikhlas dengan mengajar tidak dibayar atau dibayar tidak layak, bekerja diluar job desc, lembur tidak dibayar, jam kerja berlebihan dan hal semacamnya yang terjadi di dunia dakwah hingga menjadi diksi
“kok pendidik dibayar, harusnya ikhlas dong”
“antum ikhlas ustadz(ketika disuruh ngerjain job tambahan)”
dan semacamnya. 

Maka permasalahan seperti ini jawabannya simpel:

"urusan hati saya adalah urusan saya dengan Allah, urusan dunia maka urusannya lain"

Dengan demikian, dapat kita pahami bahwa perkara Ikhlas dan Qonaah merupakan urusan amalan hati dan juga perilaku yang sifatnya sangat personal bagi setiap individu. Seseorang bisa saja memiliki gaji belasan atau puluhan juta, akan tetapi hatinya tetap qonaah diwaktu yang bersamaan, dan juga ia bisa ikhlas dalam bekerja. Tidak bisa di artikan bahwa gaji besar pasti tidak qonaah atau tamak, belum tentu demikian.

Oleh karena itu, perlu difahami juga bahwa bab niat dan bab akad itu berbeda.

Niat bekerja baik di dunia selain dakwah atau pun di dunia dakwah tentu ini mesti murni karena Allah. Saking pentingnya niat itu karena dalam kitab Shahihain pun dibahas paling awal itu adalah bab niat.

Namun perlu juga difahami juga, jika sudah berurusan dengan pekerjaan ini hubungannya dengan akad bekerja, berkaitan dengan hak dan kewajiban saat bekerja di sebuah lembaga, termasuk membahas berapa kafalah/gajinya ini masuk bab akad bukan bab niat. Maka tentu masing-masing memiliki bab yang berbeda.

Konsep ta’awun (tolong-menolong) kemudian muncul, dimana kita bisa saja berkontribusi dalam sebuah yayasan hanya untuk mendukung tujuan tolong-menolong di dalam yayasan tersebut tanpa menerima imbalan apapun. Namun, jika berada dalam situasi akad pekerjaan, seperti menjadi seorang desainer grafis atau pendidik, perlu dipahami bahwa dalam hal ini kita memberikan jasa yang patut dihargai dengan upah. Oleh karena itu, menjadi wajar bila dalam konteks akad pekerjaan terdapat perbincangan terkait gaji atau hak-hak yang diterima ketika menjalankan peran sebagai karyawan dan lain sebagainya.

Kesimpulan

Qonaah dan Ikhlas adalah nilai-nilai mulia dalam Islam yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia profesional. Namun, kedua konsep tersebut tidak boleh disalahgunakan atau dijadikan dalih untuk membayar pekerja dengan upah yang tidak adil. Besaran gaji haruslah didasarkan pada pertimbangan objektif, dan perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang menghargai kontribusi pekerja dan menerapkan keadilan dalam sistem penggajian. Dengan demikian, Qonaah dan Ikhlas dapat dipahami dengan baik, tanpa mengorbankan hak-hak pekerja dalam mendapatkan gaji yang pantas.

 

 Sumber: https://bangyulian.medium.com/qonaah-dan-ikhlas-bukan-tolak-ukur-besaran-gaji-b2d792afc7d1

 

Posting Komentar

0 Komentar